Belajar Pentingnya Hak Cipta Buku dari Kasus “Pembajakan” Yustinus Prastowo

belajar-pentingnya-hak-cipta-buku-dari-kasus-“pembajakan”-yustinus-prastowo
Belajar Pentingnya Hak Cipta Buku dari Kasus “Pembajakan” Yustinus Prastowo
Share

Share This Post

or copy the link

FOMOMEDIA – Kasus tuduhan pembajakan buku yang dilakukan oleh Yustinus Prastowo menjadi edukasi penting terkait hak cipta buku.

Nama Yustinus Prastowo belakangan di lini masa X jadi perbincangan hangat. Bukan karena literasi keuangan, melainkan dirinya dituding melakukan pembajakan buku karya Mohammad Hatta atau Bung Hatta yang disebarkan dalam bentuk digital.

Buku bertajuk Ajaran Marx atau Kepintaran Sang Murid Membeo? dituding telah dibajak oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis. Prastowo melalui akun X miliknya, telah menyebarkan buku setebal 44 halaman itu kepada warganet.

“Saya sudah selesai mendigitalisasi buku Bung Hatta, silakan diunduh atau klik tautan ini untuk membaca,” tulis Prastowo pada 1 Juni 2024.

Selamat pagi Kak @podunqualified. Terima kasih utk pesan ini dan mohon maaf saya baru membaca pagi ini.

Dari lubuk hati terdalam saya memohon maaf kepada keluarga Bung Hatta atas kejadian ini. Saya tidak punya maksud lain kecuali karya Bung Hatta yang sangat penting ini dapat… https://t.co/myZQmPYYqX

— Prastowo Yustinus (@prastow) June 9, 2024

Namun, belakangan diketahui bahwa apa yang dilakukan oleh Prastowo adalah ketidaksengajaan. Unggahan buku karya Bung Hatta yang dibubuhi foto sampul oleh Prastowo di pelantar X itu kini telah dihapus.

Akun X @podunqualified pun menyampaikan adanya kekecewaan dari ahli waris Bung Hatta kepada Prastowo. Meski sudah dihapus, akun tersebut kecewa lantaran tulisan Bung Hatta di dalam buku telah dibajak. Bahkan, langkah hukum bisa ditempuh gara-gara unggahan itu.

Yustinus Prastowo Minta Maaf

Menanggapi akun @podunqualified, Yustinus Prastowo pun langsung minta maaf melalui akun X miliknya yang ber-handle @prastow.

“Dari lubuk hati terdalam saya memohon maaf kepada keluarga Bung Hatta atas kejadian ini. Saya tidak punya maksud lain kecuali karya Bung Hatta yang sangat penting ini dapat dibaca oleh publik karena sebelumnya banyak rekan yang mendorong untuk didigitalkan,” cuit Prastowo.

BACA JUGA:

Lebih lanjut, Prastowo menilai bahwa buku karya Bung Hatta itu merupakan koleksi langka. Jika ingin membeli, maka harga di pasar buku lawas bisa dibilang cukup tinggi.

Meski menyebarkan lewat di media sosial, Prastowo tidak berniat mengomersilkan hasil digitalisasinya itu. “Sebagai komitmen pada literasi, saya tidak mengkomersialkan digitalisasi ini, semata untuk pendidikan publik,” lanjut keterangan tertulisnya.

Hak Cipta Dipegang Penerbit LP3ES

Usut punya usut, meski buku karya Bung Hatta dianggap sebagai buku lawas oleh Prastowo, ternyata buku tersebut masih memiliki hak cipta yang dipegang oleh Penerbit Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

“Saya juga memohon maaf kepada LP3ES karena tidak aware bahwa isi buku ini diterbitkan ulang sebagai bagian buku Karya Lengkap Bung Hatta (2018),” tulis Prastowo meminta maaf.

Sementara itu, melaui akun X resmi LP3ES, lembaga tersebut memberikan pernyataan sikap mengenai penyebaran file buku yang dilakukan oleh Prastowo. Dalam keterangan sebanyak satu halaman itu, LP3ES menyebut bahwa mereka memiliki hak terbit 10 seri buku berjudul Karya Lengkap Bung Hatta.

“Adapun buku Bung Hatta berjudul Ajaran Marx atau kepintaran Sang Murid Membeo? kini hak terbitnya ada pada Penerbit LP3ES. Sehingga perlu ditegaskan bahwa seluruh Buku Karya Lengkap Bung Hatta yang diterbitkabn oleh LP3ES masuk dalam Ciptaan yang Dilindungi oleh Undang-Undang,” tulis LP3ES.

“Tindakan penyebaran file buku Ajaran Marx atau kepintaran Sang Murid Membeo? oleh saudara Yustinus Prastowo tidak etis dan tidak dapat dibenarkan. Oleh sebab itu LP3ES mendukung upaya keluarga Bung Hatta agar saudara Yustinus Prastowo meminta maaf dan menghapus file buku tersebut,” lanjut LP3ES.

Kata Ketua Yayasan Pustaka Bergerak

Ketua Yayasan Bergerak Faiz Ahsoul turut menanggapi adanya kabar dugaan pembajakan yang dilakukan oleh Yustinus Prastowo. Dihubungi melalui WhatsApp, Kamis (13/6/2024), Faiz memberikan tanggapan mengenai kasus itu.

Menurut keterangan Faiz, apa yang dilakukan oleh Prastowo tidak ada niatan untuk mengomersialisasikan karya Bung Hatta itu. Ia menyebut bahwa dalam kasus ini, Prastowo dianggap kurang hati-hati bahwa karya intelektual yang ia unggah masih ada ciptanya.

BACA JUGA:

“Masalah kita ini kan kita tahu public domain-nya itu bisa menjadi hak umum ketika sudah memasuki usia 70 tahun dan kita tahu karya-karya Bung Hatta belum memasuki usia 70 tahun sejak ia meninggal. Artinya, dalam hal ini masih ada haknya ahli waris dan juga karya lengkap Bung hatta ini kan diterbitkan LP3ES juga di tahun 70-an. Jadi, jauh sekali untuk masuk di fase domain publik,” kata Faiz.

Pernyataan dari Faiz tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam peraturan ini sangat jelas mengatur bahwa terdapat jangka waktu pelindungan hak cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Selain menyinggung masalah hak cipta, editor buku yang tinggal di Yogyakarta ini juga menyentil masalah gerakan literasi yang dibawa oleh Yustinus Prastowo.

Yustinus Prastowo Dianggap Abai

Faiz pun tergelitik lantaran apa yang dilakukan oleh Prastowo, meski memakai embel-embel gerakan literasi, tapi justru abai dengan hak cipta karya intelektual.

“Tidak hanya abai, tapi beberapa juga terkadang menabrak dengan sadar. Mem-publish, meng-share, atau menyebar karya-karya mengatasnamakan literasi, tanpa izin, tanpa konfirmasi,” ujar Faiz.

“Bahkan juga harusnya Yustinus Prastowo selaku aristokrat juga sangat intelektual, [seharusnya] crosscheck dulu lah. Biar tidak blunder dan menunjukkan dia sebagai aristokrat sekaligus sebagai intelektual, karena tidak semua aristokrat itu intelektual,” lanjutnya.

Sebelum menutup tanggapannya mengenai kasus ini, Faiz juga memberikan saran kepada Prastowo. Menurutnya, Prastowo seharusnya tidak sekadar meminta maaf saja. Sebagai seorang aristokrat, ia seharusnya bisa mendatangi keluarga atau ahli waris dari Bung Hatta. Kemudian, tak lupa bahwa Prastowo juga harus mendatangi LP3ES langsung untuk membuat komitmen. Ini, kata Faiz, bisa menjadi kabar sekaligus pembelajaran bagi publik.

“Saya menyayangkan gitu kapasitasnya sebagai aristokrat dan intelektual tapi, kok, ceroboh. Dan tidak dibenarkan atas nama gerakan literasi, atas nama mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian melanggar etik. Itu tidak dibenarkan,” tandas Faiz.

Penulis: Sunardi

Editor: Elin

Ilustrator: Vito

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Belajar Pentingnya Hak Cipta Buku dari Kasus “Pembajakan” Yustinus Prastowo

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Astaga! privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us