Nasib pekerja muda: Andalkan loker dari jejaring ordal

nasib-pekerja-muda:-andalkan-loker-dari-jejaring-ordal
Nasib pekerja muda: Andalkan loker dari jejaring ordal
Share

Share This Post

or copy the link

● Pekerja muda bergantung pada jejaring sosial kuat—seperti keluarga dan teman dekat—untuk memperoleh pekerjaan.

● Ini disebabkan oleh terbatasnya jejaring profesional dan gagalnya institusi pendidikan membangun kemitraan dengan industri.

● Meski terbantu, jenis pekerjaan yang diperoleh cenderung rentan dan tidak menjamin perbaikan ekonomi.


Riset saya menemukan bahwa ordal atau orang dalam berperan penting dalam proses pencarian kerja lulusan muda. Hampir semua partisipan mengaku bahwa kenalan dekatnya membantu mereka melamar kerja atau setidaknya mendapat informasi loker (lowongan pekerjaan).


Read more: Gelar saja tidak cukup: Apa saja tantangan karier yang dihadapi kaum muda?


Sayangnya, ordal hanya membantu mereka mendapatkan pekerjaan, bukan menjamin perbaikan status ekonomi di pasar kerja.

Tulisan ini merupakan temuan awal dari riset saya tentang bagaimana pekerja muda menavigasi transisinya dari dunia sekolah ke pasar kerja.

Saya mewawancarai 40 pekerja muda (usia 18-24 tahun) yang lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mayoritas berasal dari golongan ekonomi menengah-bawah, tentang pengalaman mereka setelah lulus sekolah.


Gaji tak kunjung naik. Promosi mesti pindah perusahaan. Skripsi belum juga ACC. Diet ketat, berat badan tak turun juga. Lingkungan kerja toxic, bosnya narsistik. Gaji bulan ini mesti dibagi untuk orang tua dan anak. Mau sustainable living, ongkosnya mahal. Notifikasi kantor berdenting hingga tengah malam. Generasi Zilenials hidup di tengah disrupsi teknologi, persaingan ketat, dan kerusakan lingkungan.

Simak ‘Lika Liku Zilenial’ mengupas tuntas permasalahanmu berdasar riset dan saran pakar.


Bergantung pada jejaring kuat

Jejaring sosial dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu strong ties (jejaring dengan ikatan kuat seperti anggota keluarga dan sahabat) dan weak ties (ikatan lemah seperti teman jauh atau kenalan).

Studi yang saya lakukan di Jakarta menunjukkan bahwa pekerja muda, khususnya mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah bawah, lebih banyak bergantung pada ikatan kuat untuk mendapatkan pekerjaan.

Ketergantungan ini masuk akal. Sebab, pekerja muda memiliki pengalaman kerja dan jejaring profesional yang masih terbatas.

Bondan (laki-laki, 21 tahun), misalnya, sempat menganggur beberapa bulan setelah lulus dari SMK swasta. Beberapa tempat kerja menolak lamarannya. Ia baru mendapatkan pekerjaan setelah Ayahnya turun tangan:

“Ayah saya kebetulan satu tempat kerja dengan saya. Beliau jadi satpam dan kenal dengan manajer restoran. Waktu itu saya melamar kerja lewat ‘link’ yang Ayah kasih. Ketika wawancara, saya bilang juga ke pewawancara jika Ayah saya bekerja di tempat yang sama.”

Saat ini Bondan bekerja sebagai staf harian di restoran di Jakarta dengan gaji bulanannya di bawah upah minimum regional (UMR) seperti kebanyakan pekerja seumurnya.

Sama dengan Bondan, Helen (perempuan, 19) mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai tenaga lepas admin di perusahaan logistik berkat bantuan tantenya. Meskipun bekerja tanpa kontrak, gaji di bawah UMR, dan sering lembur tanpa dibayar, Helen bersyukur bisa cepat bekerja setelah lulus sekolah.

“Daripada enggak ada kerjaan kan, aku juga masih bingung mau (kuliah) jurusan apa. Yaudah aku ambil kerjaan itu sambil tunggu waktu untuk memutuskan apa yang sebenarnya aku mau lakukan.”

Ikatan kuat juga membantu Emil (laki-laki, 21) mendapatkan pekerjaan pertamanya. Ia diterima di kedai kopi lokal berkat bantuan teman.

“Waktu itu teman ada kontak saya. Lu mau ‘gawe’ gak? Ini tempat gue lagi nyari ‘gawean…’ Ya sudah malamnya saya langsung datang. Saya bawa CV doang sama KTP, ketemu sama adminnya (HR). Terus ngobrol, ditanya-tanya dasar orang ngelamar kerja. Enggak (tunggu) lama terus dikabarin, yaudah masuk.”

Mirip dengan Bondan dan Helen, Emil juga dibayar di bawah UMR. Di tengah tingkat pengangguran kelompok muda yang tinggi—khususnya lulusan SMK—pekerjaan yang kurang layak pun tampak lebih baik ketimbang menganggur.

Gagal bangun kemitraan dengan pasar kerja

Ketergantungan pekerja muda pada jejaring personal disebabkan oleh dua hal. Pertama jejaring profesionalnya masih terbatas. Kedua, wawancara saya dengan lulusan muda juga menunjukkan bahwa kesempatan kerja di industri jasa cenderung beredar dari mulut ke mulut bukan via portal resmi.

Studi di Jepang menunjukkan bahwa jejaring bisa dibangun melalui dua mekanisme, personal maupun institusional. Jejaring personal terbangun antar individu (bisa ikatan kuat maupun lemah) sementara jejaring institusi terbangun antar organisasi.

Gagalnya SMK membangun jejaring dengan industri memaksa lulusannya untuk bergantung pada jejaringnya sendiri dalam mencari pekerjaan.

Sebagian lulusan SMK yang saya wawancara menjelaskan bahwa mereka harus mencari tempat Praktik Kerja Lapangan (PKL) sendiri karena sekolah tidak punya mitra. Misalnya Diki:

“Waktu itu sekolah belum menemukan tempat PKL… Jadi kita (murid) diharuskan buat nyari tempat PKL sendiri. Kemana pun terserah, sampai kayak gitu. Yang penting itu ada sertifikat PKL-nya.”



Tidak ada jaminan mobilitas sosial

Jejaring yang kuat hanya membantu pekerja muda mendapatkan pekerjaan di pasar kerja tapi tidak menjamin perbaikan status ekonomi.

Individu cenderung membangun ikatan kuatnya dengan individu lain yang memiliki karakteristik serta latar belakang yang sama. Artinya, kelompok ekonomi menengah-bawah lebih mudah membangun jejaring kuat dengan individu lain dari kelas ekonomi yang sama.

Sebaliknya, kelompok elit cenderung membangun jejaring dengan kelompok elit pula. Mereka tinggal, bermain, dan bersekolah di tempat yang sama, hingga kemudian sama-sama mendominasi pekerjaan elit bergaji tinggi.

Segregasi antar kelompok menengah-bawah dan atas diperparah dengan tingginya ketimpangan. Akibatnya, interaksi antarindividu dari kelas ekonomi berbeda sulit terjadi.

Dalam kasus Bondan, Helen, dan Emil, jenis pekerjaan yang ditawarkan ke mereka melalui ikatan kuatnya cenderung bersifat rentan: gaji terbatas dan jam kerja tidak menentu. Ini terjadi karena Ayah Bondan, Tante Helen, dan temannya Emil juga berasal dari kelas ekonomi yang sama. Ketiganya memiliki akses terbatas ke kesempatan kerja yang lebih baik.

Artinya, meskipun ikatan kuat telah membantu mereka mendapatkan pekerjaan, bergantung pada jejaring seperti itu berpotensi mereproduksi kelas sosial mereka.

Dengan kata lain, pekerja rentan hanya akan mendapatkan pekerjaan rentan. Sebaliknya, kerja-kerja elit akan didominasi oleh mereka yang berasal dari golongan elit pula.

Sayangnya, untuk sebagian dari mereka, bekerja dalam kondisi yang rentan pun terasa lebih baik daripada menganggur.


0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Nasib pekerja muda: Andalkan loker dari jejaring ordal

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Astaga! privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us