Konflik antara Iran dan Israel kembali memanas dalam beberapa pekan terakhir dan menjadi sorotan global, termasuk di Indonesia. Ketegangan ini dipicu oleh serangkaian aksi saling serang yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar, memperburuk stabilitas kawasan Timur Tengah.
Iran dilaporkan meluncurkan lebih dari 400 rudal ke wilayah Israel dalam kurun waktu satu minggu, dengan sekitar 200 di antaranya ditembakkan dalam satu waktu dalam serangan skala besar. Aksi ini disebut sebagai respons terhadap serangan udara Israel terhadap wilayah yang dinilai penting secara strategis oleh pemerintah Iran.
Sedangkan serangan yang dilakukan Israel menyebabkan dampak besar, baik dari segi korban maupun kerusakan. Laporan dari berbagai media internasional menyebutkan bahwa lebih dari 600 orang meninggal dunia dan lebih dari 1.300 lainnya terluka akibat serangan tersebut. Sebagai balasan, Iran meluncurkan rudal ke wilayah Israel yang menyebabkan sedikitnya 25 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.
Di tengah kondisi yang semakin memburuk, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel pada 25 Juni 2025. Pernyataan ini disampaikan melalui media resmi pemerintah dan dikutip oleh beberapa media internasional. Dalam pernyataannya, Pezeshkian menyebut bahwa gencatan senjata ini merupakan hasil dari apa yang ia sebut sebagai “perjuangan heroik” rakyat Iran dalam menghadapi krisis.
Pezeshkian juga menegaskan bahwa posisi Iran didasarkan pada upaya mempertahankan hak-hak nasionalnya di tingkat global. Ia berharap negara-negara lain, baik di kawasan maupun di dunia internasional, dapat memahami sikap Iran sebagai negara yang menjunjung tinggi kedaulatan dan hukum internasional.
Selain itu, ia menyatakan bahwa Iran terbuka terhadap penyelesaian konflik, termasuk dengan Amerika Serikat (AS), selama proses tersebut dilakukan dalam koridor hukum dan norma internasional.
Lantas, apakah perang ini sudah benar-benar selesai?
Dalam SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Ayu Anastasya Rachman, seorang Akademisi dari Universitas Bina Mandiri Gorontalo.
Menurut Ayu, untuk memahami kompleksitas konflik ini, kita perlu lebih dulu menilik akar historis dan ideologisnya.
Sejak Revolusi Islam tahun 1979, Iran mengalami pergeseran politik signifikan dari pemerintahan monarki pro-Barat ke rezim yang secara terbuka menentang pengaruh asing dan Israel. Perubahan ini memicu ketegangan yang berlanjut hingga kini, ditandai dengan pemutusan hubungan diplomatik dan penguatan retorika anti-Israel di level kebijakan luar negeri Iran.
Ayu melihat bahwa secara domestik, Iran berada dalam posisi yang rentan. Tekanan ekonomi, sanksi internasional, dan kebutuhan untuk mempertahankan stabilitas internal mendorong strategi politik yang lebih agresif. Ia berpendapat jika “isolasi internasional” terus berlanjut, Iran berpotensi mengembangkan teknologi nuklir secara ilegal, yang nantinya akan memperkuat dinamika perlombaan senjata di kawasan.
Respons dunia internasional juga penting untuk kita amati. Respons negara-negara anggota G7, misalnya, tidak seimbang dalam mengomentari hak membela diri. Ketimpangan dalam tatanan politik global menjadi sorotan, terutama ketika negara-negara tertentu dianggap memiliki hak istimewa untuk menggunakan kekerasan atas nama pertahanan, sementara yang lain justru dikriminalisasi.
Meskipun pada saat ini Iran dan Israel sudah menyepakati untuk melakukan gencatan senjata, Ayu tidak menampik adanya Kekhawatiran bahwa perang ini dapat terjadi kembali bahkan menjadi perang dengan skala lebih besar. Mengingat Israel yang sering melakukan serangan terlebih dahulu dengan dalih bentuk pertahanan diri, konflik bisa saja terjadi kembali.
Di tengah ketegangan yang berlangsung, Ayu berpendapat skenario gencatan senjata jangka panjang antara Iran dan Israel tetap terbuka, terutama jika terdapat jaminan bahwa Israel tidak akan melanjutkan agresinya di wilayah Palestina. Selain itu, salah satu prasyarat penting dari pihak Iran adalah pelonggaran atau pencabutan embargo ekonomi yang diberlakukan oleh AS dan sekutu Baratnya.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.