Pemerintah dan DPR Didesak Hentikan Pembahasan RUU MK, Ada Pelanggaran!

Share

Share This Post

or copy the link

Mahkamah Konstitusi | Politik | Undang-Undang

FOMOMEDIAPemerintah dan DPR sedang membahas RUU MK secara tertutup pada masa reses. Utak-atik aturan hakim konstitusi ini dinilai sarat kepentingan politis.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia didesak untuk menghentikan pembahasan revisi keempat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Desakan tersebut lantaran ada tiga pelanggaran serius.

Menyitat laporan Kompas, pemerintah dan DPR diketahui melakukan pembahasan tersebut secara tertutup di luar masa sidang. Bahkan, lembaga negara di bidang eksekutif dan legislatif ini juga dinilai telah melanggar prinsip partisipasi bermakna dalam pembentukan UU.

Adapun pembahasan rancangan undang-undang perubahan keempat UU MK (RUU MK) telah disepakati untuk disahkan di Rapat Paripurna DPR. Adanya kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) selangkah lagi bakal disahkan oleh DPR sebagai undang-undang (UU) melalui rapat paripurna. Pakar hukum tata negara menilai, Bivitri Susanti menilai, revisi ini tak ada urgensinya. Kenapa? Penjelasannya di video ini ya.

| Narasi… pic.twitter.com/yeiV6vSSpv

— Narasi Newsroom (@NarasiNewsroom) May 14, 2024

Anehnya, rapat tersebut digelar secara tertutup. Bahkan, tidak dihadiri oleh perwakilan semua fraksi partai politik di Komisi III DPR.

Gara-gara persetujuan tingkat pertama RUU MK yang terkesan dilakukan secara sembunyi-sembunyi itulah menuai kritik masyarakat. Itulah yang menjadi pelanggaran terkait pembahasan RUU MK.

”Ini memang problematik. Segenting perppu saja, kalau DPR lagi reses, itu tidak dibahas. DPR membahas setelah masuk masa persidangan, bukan saat reses,” kata Bayu Dwi Anggono, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, dikutip dari Kompas.

Masa Reses DPR

Lebih lanjut, Bayu menjelaskan bahwa UU telah membagi waktu DPR ke dalam masa sidang dan masa reses. Pada masa sidang, DPR bakal menjalankan fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Sedangkan, pada masa reses, DPR hanya menjalankan masa pengawasan saja.

Selain digelar tertutup, pembahasan RUU MK tersebut dianggap tidak melibatkan partisipasi publik. Inilah yang menurut Bayu juga menjadi pelanggaran serius. Seharusnya, publik mengetahui proses pembentukan perundang-undangan mulai dari perencanaan, pembahasan, hingga pengesahan.

Jika pemerintah dan DPR melakukan mekanisme yang tepat, maka masyarakat juga dapat memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang.

BACA JUGA:

Tidak Memperhatikan Putusan MK

Selain berbagai pelanggaran di atas, pembentuk undang-undang juga dianggap tidak memperhatikan putusan MK Nomor 81/PUU0XXI/2023 terkait dengan revisi UU MK. Menurut Bayu, revisi keempat UU MK kali ini dilakukan dengan mengabaikan putusan MK Nomor 81/2023 itu.

Putusan MK Nomor 81/2023 merupakan putusan terkait pengujian UU No 7/2020 (revisi ketiga UU MK) yang diajukan oleh Fahri Bachmid, dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar. Waktu itu, Fahri dan kuasa hukumnya menguji Pasal 15 Ayat (2) UU No 7/2020 terkait dengan syarat usia minimum hakim MK 55 tahun.

Adanya pengujian tersebut dilakukan berkenaan dengan adanya upaya menaikkan syarat usia minimal hakim MK dari 55 tahun menjadi 60 tahun. Namun, upaya tersebut gagal lantaran mendapat protes dari masyarakat.

Sarat Kepentingan Politis

Adanya revisi keempat UU MK yang ingin dibawa ke Rapat Paripurna DPR dinilai sarat kepentingan politis. Diduga adanya revisi tersebut supaya komposisi hakim MK bisa sesuai dengan kepentingan politik pemerintah dan DPR.

Sementara itu, menukil laporan lainnya dari Kompas, meski pembahasan RUU MK digelar tanpa melibatkan partai, tetapi seluruh fraksi yang ada di DPR telah sepakat. Hal ini diafirmasi oleh Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding.

Kejahatan..DPR Bersama Pemerintah Revisi UU MK Secara Sembunyi -sembunyi, Kontroversial dan Rugikan Hakim https://t.co/d64NvExj55

— Ali Syarief – アリ・シャリーフ (@alisyarief) May 14, 2024

”Pembahasan RUU MK ini, kan, sebelumnya sudah disetujui seluruh fraksi. Namun, Menko Polhukam Mahfud MD dulu belum memberi persetujuan sehingga berhenti. Lalu, Pak Hadi barangkali setelah dia kaji dan baca tadi memberikan persetujuan RUU MK,” kata Sarifuddin, dikutip dari Kompas.

Sementara itu, RUU MK tersebut dalam waktu dekat bakal segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menyampaikan beberapa poin revisi dalam RUU MK, yakni Pasal 23A, Pasal 27A, dan Pasal 87.

Pasal 23A dan 87 mengatur ulang masa jabatan hakim konstitusi. Sedangkan, pada Pasal 27A mengatur komposisi Majelis Kehormatan MK.

Pemerintah pun terlihat kompak mengutak-atik lembaga yudikatif itu.

Penulis: Sunardi

Editor: Safar

Ilustrator: Vito

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Pemerintah dan DPR Didesak Hentikan Pembahasan RUU MK, Ada Pelanggaran!

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Astaga! privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us