Muhammadiyah | Politik | Tambang
FOMOMEDIA – Muhammadiyah menganggap pemberian IUP untuk ormas keagamaan tanpa lelang melanggar UU Minerba. Mengapa ini terus diserobot Jokowi?
Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo turut merespons perihal izin usaha pertambangan (IUP) untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Menurutnya, skema aturan baru ini dilakukan tanpa proses melalui lelang.
Adapun izin tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Pemberian izin dari Presiden Joko Widodo tersebut berisi perubahan signifikansi dalam proses pemberian izin tambang.
Terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang, sampai saat ini tidak ada pembicaraan antara Pemerintah dengan Muhammadiyah. Persyarikatan cukup berhati-hati dan jika ada penawaran resmi dari Pemerintah tentunya akan dibahas dengan seksama.#Muhammadiyah #Tambang #Ormas pic.twitter.com/z5egT7x6x9
— Muhammadiyah (@muhammadiyah) June 3, 2024
Dalam PP, pemerintah menambahkan Pasal 83A yang mengatur wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Dengan begitu, maka izin tambang dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan, tanpa melalui proses lelang seperti yang diwajibkan dalam undang-undang (UU) sebelumnya.
Langgar UU Minerba
Gara-gara inilah Muhammadiyah menilai bahwa IUP untuk ormas keagamaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Minerba.
Dalam beleid tersebut, IUP logam dan batu bara seharusnya diberikan dengan cara lelang dan tak bisa diberikan secara langsung. Adanya lelang dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan para pelaku usaha, termasuk dalam hal manajemen, teknis, pengelolaan lingkungan, dan finansial.
BACA JUGA:
“Dengan lelang dimaksudkan agar pemberian WIUP dilakukan secara fair,” kata Trisno, dikutip dari Tempo.
Trisno menilai bahwa pemberian IUP tanpa lelang bisa memungkinkan adanya unsur subjektivitas, potensi fraud, dan motif lain di luar teknis dan pengeloaan kegiatan usaha tambang.
PP Bernuansa Politis
Jaringan Anti Tambang atau Jatam menilai bahwa adanya IUP kepada ormas keagamaan sangat politis. Lembaga ini mempertanyakan Jokowi lantaran memberikan izin tersebut.
Koordinator Jatam, Melky Nahar, mengatakan bahwa PP No. 25 Tahun 2024 telah mencerminkan watak dari rezim Jokowi yang rakus dan tamak. Kekayaan alam di Indonesia yang diobral seakan menjadi rentetan dari kebijakan Jokowi.
“Dalam memuluskan kepentingan itu, Jokowi dengan kekuasaan politiknya, secara sadar mengotak-atik regulasi hanya supaya kebijakannya terlihat legal, sembari memberikan jaminan hukum bagi kepentingan para pebisnis tambang,” kata Melky, dikutip dari Tempo.
Lebih lanjut, Melky menyebut adanya pola licik yang dilakukan saat revisi UU Minerba dan pengesahan UU Cipta Kerja. Dua regulasi itu, kata Melku, telah memberikan karpet merah bagi pebisnis tambang.
“Rentetan kebijakan dan regulasi itu, termasuk PP 25/24, patut dibaca sebagai langkah balas jasa bagi penyokong politiknya di satu sisi, dan upaya merawat pengaruh politik pasca lengser pada Oktober 2024 mendatang di sisi yang lain,” ujar Melky.
Saat ini, masih dalam laporan yang sama, Jatam mencatat setidaknya sudah ada 8.000 izin tambang di Indonesia. Jumlah tersebut memiliki luas konsesi mencapai 10 juta hektare.
Kini, dampak pertambangan itu telah terlihat. Setidaknya Jatam mencatat ada lebih dari 80 ribu titi lubang tambang yang dibiarkan menganga tanpa direhabilitasi.
Penulis: Sunardi
Editor: Safar
Ilustrator: Vito