Kekerasan | Konflik Bersenjata | Papua
FOMOMEDIA – Konflik bersenjata di Kabupaten Paniai membuat warga sipil mengungsi. Konflik ini menambah daftar kekerasan yang terjadi di Papua.
Ribuan warga sipil di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, Papua terpaksa mengungsi dari rumahnya. Bukan karena bencana alam, melainkan mereka cemas di kampungnya menjadi episentrum baru konflik bersenjata antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
Menurut laporan BBC News Indonesia, konflik tersebut meletup usai rombongan TNI dan kepolisian masuk ke Distrik Bibida pada 14 Juni 2024. Waktu itu, pasukan gabungan TNI-Polri dalam kondisi “siap tempur” lengkap dengan persenjataan.
Warga sipil di kecamatan tersebut pun terkejut. Apalagi, terdengar suara helikopter terbang di sekitar atas langit Bibida. Suara tembakan terdengar.
Ribuan warga Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, Papua, mengungsi, sejak 14 Juni.
Empat tahun lalu warga sudah menolak pos militer karena khawatir kampungnya jadi zona perang. Kini yang ditakutkan terjadi.
Kekayaan alamnya dihisap, warganya jadi pengungsi. pic.twitter.com/rLvCl6yptd
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) June 19, 2024
Mendengar suara tembakan, masyarakat pun keluar dari rumah mereka. Mereka langsung mencari perlindungan dengan lari ke hutan hingga gereja.
“Kami takut karena tiba-tiba personel TNI-Polri masuk ke kampung, tiba-tiba ada tembakan,” kata Lukas Yatipai, seorang laki-laki paruh baya di Bibida, dikutip dari BBC News Indonesia.
“Jadi masyarakat lari, bahkan ada yang ke hutan. Kami takut dengan alat-alat perang mereka,” lanjutnya
Gelombang Pengungsian
Kini, akibat konflik bersenjata yang belum usai, warga sipil dari berbagai kampung di Bibida terus keluar dari rumahnya. Sejauh ini, pejabat pemerintah di Paniai tidak memiliki catatan jumlah pengungsi.
Namun, petinggi gereja di sana memperkirakan warga yang telah meninggalkan Bibida berjumlah lebih dari 2.000 orang.
Banyak warga kaget dengan adanya peristiwa konflik bersenjata ini. Pastor Herman Betu, sosok yang mengepalai Gereja Katolik Suci, mengatakan belum pernah terjadi konflik seperti ini sebelumnya.
BACA JUGA:
“Kehadiran aparat menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang luar biasa. Jumlah aparat sebelumnya tidak pernah sebanyak ini,” ujar Herman.
Menurut Herman, dalam dua hari terakhir banyak warga Paniai Timur juga mulai meninggalkan kampung. Sebagian dari mereka dengan warga Bibida di Gereja Katolik Salib Suci untuk mengungsi.
Konflik Bersenjata di Paniai
Awalnya konflik di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai sudah terendus sejak empat tahun silam. Tepatnya pada 2021, orang-orang muda di distrik tersebut awalnya menolak adanya pembangunan pos komando rayon militer (koramil).
Waktu itu, pembangunan koramil merupakan inisiatif dari Jenderal Andika Perkasa yang menjabat sebagai Panglima TNI pada November 2021. Andika memakai pendekatan sosial dan strategi teritorial di Papua.
Tak cuma satu, strategi teritorial yang dipakai Andika, seperti yang dilaporkan BBC News Indonesia, ia merencanakan pembentukan delapan komando distrik militer (kodim) dan belasan koramil di seluruh Papua waktu itu.
Termasuk di Bibida, meski sempat mengalami penolakan dari perkumpulan mahasiswa Paniai, pembangunan koramil di Distrik Bibida tetap dilakukan.
Namun, meski mengalami penolakan, pembangunan koramil di Distrik Bibida dirasa perlu. Apalagi, bukan kali ini saja konflik bersenjata antara TPNPB dengan TNI-Polri di Paniai.
Philemon Gobai, seorang petani, ditemukan meninggal tertembak, diduga saat terjadi kontak senjata antara pasukan keamanan Indonesia dan militan Papua Barat di Gunung Odiyai, Paniai. Keluarga mengatakan Gobai warga biasa, jaga rumah tapi lari karena takut https://t.co/uhFtrC6ABz pic.twitter.com/sDbYYkERXZ
— Andreas Harsono (@andreasharsono) June 18, 2024
Kekerasan Meningkat di Papua
Adanya konflik bersenjata di Distrik Bibida semakin menambah daftar panjang kekerasan yang meningkat di Papua. Menyitat Koran Tempo, Komisi Nasional Hak Asasi Perwakilan Papua melaporkan sudah terjadi 41 kasus kekerasan di Papua dari 1 Januari hingga 1 Juni 2024.
Mirisnya, jumlah tersebut hampir menyamai total kasus kekerasan di Papua sepanjang tahun lalu. Pada 2023, diketahui jumlah kasus kekerasan mencapai 49 kasus dengan korban meninggal 41 orang.
Dengan adanya jumlah kekerasan yang semakin meningkat, Kepala Kantor Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits B. Ramandey, mendesak aparat keamanan dan TPNPB-Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk menghormati hukum HAM serta hukum humaniter.
“Kami mendesak pemerintah RI dan kelompok TPNPB-OPM membangun komitmen dalam proses dialog kemanusiaan demi terciptanya Papua Tanah Damai,” kata Frits, dikutip dari Koran Tempo.
Penulis: Sunardi
Editor: Safar
Ilustrator: Vito